Tanya kenapa?

Punya pertanyaan seputar kehidupan sehari-hari yang sulit dijawab? Bingung mau bertanya kemana? Anda dapat mencari jawabannya disini!

Wednesday, January 17, 2007

Mengapa kota kuno terkubur berlapis-lapis? Dan dari mana asal tanah untuk menguburnya?

Pertanyaan ini mengandaikan dua fakta yang tidak selalu benar. Pertama, tidak semua puing yang terkubur adalah sisa sebuah kota. Banyak situs kuno lain - misalnya benteng, tempat perkemahan, rumah gua, pekuburan, dan pertambangan - juga bisa terkubur. Kedua, tidak semua kota kuno terkubur; sesekali, arkeolog bisa menemukan peninggalan atau puing-puing yang masih terletak di permukaan tanah atau tidak jauh dari permukaan tanah. '

Puing-puing yang terkubur paling dalam terjadi karena perpaduan beberapa faktor. Berikut ini yang paling umum :
1. Debu yang tertiup angin (dalam arkeologi dikenal sebagai debu Aeoli atau Aeolin dust) sedikit demi sedikit menutupi dan akhirnya menimbun artefak. Debu Aeoli bisa berasal dari debu vulkanik yang terembus angin atau debu biasa dari tanah sekitar.

2. Tanah yang terbawa oleh aliran air bisa mengendap, terkumpul, dan akhirnya menimbun artefak. Hujan yang mengangkut lumpur dari tempat lebih tinggi sering dipandang sebagai biang keladi, namun kota yang terletak di bantaran sungai juga bisa tertimbun oleh pasir dan lempung sehabis banjir besar. Debu atau endapan Aeoli yang tertimbun di suatu tempat dapat pula hanyut terbawa air apabila badan air di tempat yang lebih tinggi tiba-tiba tumpah berupa air bah ke daerah yang lebih rendah.

3. Bencana alam juga bisa menyebabkan penimbunan kota dalam sekali kejadian, walaupun ini langka sekali. Bila hal itu terjadi, tempat itu harus berada dalam situasi topografi di mana erosi tidak terjadi atau kecil sekali dibanding laju pengendapan. Bahkan ketika kota terkubur seusai bencana, penyebabnya bisa lebih dari satu faktor.

4. Struktur buatan manusia bisa runtuh, mengubur apa pun yang ada di bawahnya. Kadang-kadang keruntuhan terjadi secara tidak disengaja (misalnya karena air bah, gempa, kebakaran) dan kadang-kadang disengaja (pengeboman, demolisi). Manusia tampaknya tidak bisa tidak meninggalkan jejak kegiatan mereka.

5. Kadang-kadang, penimbunan dilakukan oleh peradaban kuno itu sendiri. Contohnya adalah pembangunan Basilika Santo Petrus Lama. Ketika Kaisar Konstantinus ingin membangun Basilika Santo Petrus Lama di lereng Bukit Vatikan sekitar awal abad keempat, para ahli tekniknya harus menggali sebagian lereng, guna menyediakan dasar yang kokoh untuk basilika, dan membuang tanah galiannya ke pekuburan (itu sebabnya ada bagian kuburan yang sampai sekarang masih ada, termasuk yang kemudian dikenali sebagai makam Petrus). Ketika Basilika Santo Petrus Lama itu diruntuhkan sekitar abad ke-enam belas untuk membangun basilika yang sekarang, puing-puing gereja lama digunakan untuk menguruk bagian-bagian tanah yang rendah di lokasi pembangunan.

Jadi dengan bantuan alam, kita tanpa sadar mengubur artefak - dalam wujud apa pun dari kertas pembungkus permen sampai kaleng bir - setiap hari.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home